SINGKONKEJU

Selasa, 13 Mei 2014

Tradisi Kerapan Kambing


Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa. 

Madura tidak hanya punya budaya kerapan Sapi saja,budaya Kerapan Kambing di Madura belakangan ini semakin memasyarakat.

Para peternak kambing biasanya ramai datang membawa kambingya setiap selesai panen. Seperti yang tampak pada ajang Kerapan Kambing di lapangan Kecamatan Bluto, Sumenep, Madura Jawa Timur ini, tempatnya memang dibikin sejajar dengan lapangan Kerapan Sapi, karena panjangnyapun sama yaitu sekitar 250 meter. 

Meski tak sepopuler Kerapan Sapi, namun lomba lari hewan ternak ini juga ramai di kunjungi penonton. Kerapan Kambingsebenarnya bermula dari sekedar menjadi obat kejenuhan dalam keseharian setelah menjalani kewajiban sebagai petani. 

Namun lambat laut semakin memasarakat, karena persyaratannya tidak sulit, dan alatnyapun tidak rumit. 

Dalam Kerapan Kambing tersebut, yang diadu bukan besar kecilnya kambing, melainkan adu tangkas kecepatan berlarinya, mulai dari start, hingga finish. 

Sedangkan untuk waktu, pelepasan kambingya perserta diberi jangka waktu 3 menit, untuk mempersiapkan kambingnya. Jika waktu 3 menit dipanggil tidak datang dan tidak masuk ke arena maka dianggap gugur. 

"Panitia menerapkan hitungan mundur dari 10, agar peserta bersiap-siap untuk melepas kambingnya ketika tiba hitungan satu," teranya sambil menunjuk pada panitia. 

Bahkan untuk terus meningkatkan rasa silaturrahmi, lomba Kerapan Kambing tersebut digilir antara kabupaten dengan berbagai hadiah. 

"Kalau sekarang karena uang daftarnya Rp100 ribu, maka hadiahnya TV dan dan kulkas, tapi kalau semakin besar uang daftarnya maka akan semakin menarik hadiahnya," tandasnya. 

“Yang terpenting bukan cuma budaya kerapanya yang perlu dilestarikan, melainkan budaya sportifitas dan pantang menyerah dalam berkompetisi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts