SINGKONKEJU

Jumat, 10 Agustus 2012

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SANTRI DALAM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL DI PONDOK PESANTREN X DI SUMENEP

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Komunikasi Antar Pribadi (KAP) dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2004).
Dalam pengertian tersebut, Komunikasi antar pribadi (KAP) mengandung 3 aspek: Yaitu 1). Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus. 2). Komunikasi Antar Pribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. 3). Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.
Komunikasi Antar Pribadi berlangsung antar dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antar pribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya.
Difinisi Komunikasi Atar Pribadi (KAP), Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).
Komunikasi antar pribadi, banyak komunikasi-komunikasi atau para ahli yang membahas masalah komunikasi antar pribadi seperti dalam bukunya josehp devito, dalam bukunya interpersonal communication. Proses selanjutnya setelah komunikasi antarpribadi adalah hubungan antarpribadi. Dua hal penting dalam hubungan antarpribadi (interpersonal relationship)  adalah persahatan dan percintaan (friends and lovers). Tahap akhir hubungan antar pribadi adalah perkawinan (pernikahan).
Persahabatan adalah hubungan antar pribadi antara dua orang yang produktif dan dicirikan dengan hal-hal yang positif.. Persahabatan adalah hubungan antar pribadi, interaksi komunikasi harus terjadi diantara pelaku (Devito, 1989:4)). Dalam persahatan, terdapat proses dan tahapan-tahapan.
Percintaan (lovers) adalah bentuk hubungan antar pribadi selanjutnya. Ada beberapa tipe cinta, dan juga di jelaskan melalui sifat, diantaranya; Eros: cantik dan sexual.  Pencinta yg bernafsu lebih tertarik pada kecantikan dan fisik yg menarik. Terkadang pencinta yang erotic sering membayangkan tentang kecantikan itu sehingga pada kenyataannya mereka merasa tidak terpenuhi atau kecewa.
Ludus: tipe ini biasanya tentang kegembiraan dan hiburan. Cinta ludus didibaratkan seperti sebuah permainan, hanya untuk kesenangan.
Storge: damai dan tenang. Pencinta storge sedikit nafsu dan kehebatan. Strogic suka merasa nyaman dengan siapa dia berbagi dan beraktivitas. Sex dalam hubungan ini tidaklah begitu penting dan datang sangat lambat.
Pragma; terampil dan biasa. Pencinta pragma ingin segalanya kebutuhannya puas. Keluarga dan latar belakangnya sangatlah penting dalam hubungan ini.
Mania; gembira dan duka. Orang mania kadang sangat mencintai dan kadang pudar. Umumnya mereka terlalu khawatiir kehilangan cintanya. Mania lebih sering cemburu.
Yang terahir adalah agape; penuh belas kasih dan kurang peduli pada diri sendiri. Orang agape cendrung menguasai ego dan cinta yang penuh semangat meskipun tak akan bertemu lagi. Cintanya tetap kuat dan lebih bisa menghargai pasangannya.
Ketika jatuh cinta, pasangan yang sedang jatuh cinta (lovers) melakukan komunikasi yang berbeda. Apa yang mereka katakan, dan bagaimana cirri-ciri pesan verbal dan non verbal mereka  adalah salah satu hal yang akan diteliti.
Tahap (proses) akhir dari hubungan antar pribadi adalah pernikahan. Umumnya, pernikahan yang normal dan diterima masyarakat adalah antara laki-laki dan perempuan . Namun, yang menarik dalam penelitian ini, pernikahan yang terjadi adalah antara laki-laki dan laki-laki (homoseksual).
Sebenarnya, fenomena pernikahan homoseksual bukanlah hal yang baru. Di beberapa perkotaan (kota metropolis) dan beberapa negara, pernikahan ini sudah dianggap wajar. Bahkan beberapa negara sudah mengeluarkan undang-undang yang intinya memperbolehkan pernikahan sesama jenis ini. Namun, yang menjadi daya tarik dalam penelitian ini, fenomena perkawinan homoseksual terjadi di lingkungan pesantren. Sebuah institusi yang mengharamkan pernikahan sesama jenis. Dalam agama Islam, pernikahan dengan sesama jenis dianggap haram.
Hal ini sesuai dengan Surat Hud ayat 82 dikisahkan: “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.”
Al-Quran menggambarkan perjuangan Nabi Luth sebagai berikut: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A’raf:80-84).
Kerusakan perilaku seksual kaum Luth ini juga ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, Ibn Majah).
Beberapa penelitian sebelumnya tentang homoseksual sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan fokus berbeda. Kurniadi (2009), Mahasiswa Sosiologi Universitas Trunojoyo Maduara pernah melakukan penelitian tentang homoseksual ini (gay). Namun lebih kearah bagaimana proses santri dalam menjadi Gay di pondok Pesantren. Bagaimana latar belakang kehidupan pelaku yang memuat informasi tentang fase-fase kehidupannya sebelum masuk pondok pesantren, dan juga keterlibatannya dalam perilaku homoseksualitas.
Penelitian lain tentang homoseksual juga dilakukan oleh Dosen Sosiologi Iskandar Julkarnaen. Dalam bukunya yang berjudul “Perilaku Homoseksual di Pondok Pesantren”. Kehidupan homoseksual di masyarakat pesantren Sumenep ternyata belum sepenuhnya diterima di kalangan masyarakat sebagai bagian dari heterogenitas kehidupan seksual seseorang, meskipun sebenarnya menjadi seorang homo merupakan suatu proses sosial historis yang dimulai sejak masa kecil, remaja hingga dia benar-benar merepresentasikan dirinya sebagai seorang diri homo.
Homoseksualitas meskipun dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang bersifat biologis atau natural, namun pada akhirnya akan masuk ke dalam kategori konstruksi sosial yang dapat memberikan pembedaan antara yang normal dan yang abnormal.
Dengan demikian, standar normalitas seksualitas lebih bersifat sosial, karena yang dianggap normal bagi mereka adalah yang berada dalam oposisi duaan, atau penulis menyebutnya sebagai ideologisasi heteroseksual, yakni jantan-betina dan harus kawin dengan resmi. Hal ini semakin diperkuat dengan ikut campurnya birokrasi negara dalam mengintervensi persoalan seksual, seperti keharusan setiap individu untuk memilih dua jenis kelamin, laki-laki atau perempuan, dan dilarang terjadinya perkawinan antarjenis kelamin yang sama. Intervensi kejelasan jenis kelamin ini pada akhirnya ikut menyeret lembaga-lembaga lainnya untuk ikut mengintervensi sebagaimana negara. Hal inilah yang terjadi di institusi pendidikan termasuk di dalamnya pondok pesantren, kejelasan inilah yang kemudian oleh Judith Butler disebut sebagai performatifitas, sehingga melahirkan discourse tentang homoseksual.
Esther Yunitawati, (2011), Mahasiswi Psikologi Unair juga melakukan kajian tentang homoseksual. Tapi penelitian   ini lebih berfokus pada proses  penyesuaian diri yang dilakukan oleh kaum homoseksual setelah mereka memberanikan diri membuka diri di masyarakat (coming out).
Berikutnya Ika Nuril Rizkayanti, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya,2009 melakukan penelitian yang berjudul, Perilaku Seksual Aman Pada Pria Homoseksual (Gay). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perilaku seksual aman yang dikembangkan pada pria homoseksualitas (gay) dalam mempertahankan dirinya di tengah resiko penularan HIV AIDS dan IMS lainnya. Perilaku seksual aman dalam penelitian ini diartikan, sebagai perilaku seksual yang tanpa melibatkan adanya pertukaran cairan sperma dan darah serta usaha untuk mempertahankan kesehatannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, terlihat bahwa kajian  tentang bagaimana proses komunikasi antar pribadi dalam perkawinan homoseksual belum ada yang melakukan penelitian. Proses komunikasi yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah mulai dari tahap perkenalan (friends), percintaan (lovers) dan perkawinan. Selain itu juga akan dikaji bagaimana proses komunikasi antar pribadi mereka dengan kelompok internal (kyai, guru, teman, keluarga) dan kelompok ekternal (masyarakat sekitar).

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan dari latar belakang yang telah di ulas diatas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana proses perkenalan (friendship) pelaku homoseksual di pondok pesantren ?
a)      Bagaimana tahap-tahap perkenalan (friends) pelaku homoseksual?
b)      Bagaimana komunikasi verbal dan non verbal antara pelaku homoseksual dalam proses perkanalan ?
2.      Bagaimana proses percintaan (lovers)  antara pelaku homoseksual?
a)        Apa tipe cinta (type of love)  pelaku homoseksual?
b)        Bagaimana tahap-tahap percintaan (lovers) pelaku homoseksual?
c)        Bagaimana komunikasi verbal dan non verbal  antara pelaku homoseksual  ketika mereka jatuh cinta ?
3.      Bagaimana proses perkawinan homoseksual ?
4.      Bagaimana proses komunikasi (verbal dan non verbal) pelaku homoseksual dengan kyai, guru, keluarga , dan pengurus Pondok Pesantren ?
5.      Bagaimana proses komunikasi  (verbal dan non verbal) pelaku homoseksual dengan dan masyarakat sekitar ?

1.3 Tujuan Penelitia.

Adapun tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui proses perkenalan (friendship) pelaku homoseksual di pondok pesantren.
a)      Untuk mengetahui tahap-tahap perkenalan (friends) pelaku homoseksual.
b)      Untuk mengetahui komunikasi verbal dan non verbal antara pelaku homoseksual dalam proses perkanalan.
2.      Untuk mengetahui proses percintaan (lovers) antara pelaku homoseksual.
a)      Untuk mengetahui tipe cinta (type of love) pelaku homoseksual.
b)      Untuk mengetahui tahap-tahap percintaan (lovers) pelaku homoseksual.
c)      Untuk mengetahui komunikasi verbal dan non verbal antara pelaku homoseksual ketika mereka jatuh cinta.
3.      Untuk mengetahui proses perkawinan homoseksual.
4.      Untuk mengetahui proses komunikasi (verbal dan non verbal) pelaku homoseksual dengan kyai, guru, keluarga, dan pengurus Pondok Pesantren.
5.      Untuk mengetahui proses komunikasi (verbal dan non verbal) pelaku homoseksual dengan dan masyarakat sekitar.

1.4 Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat yang ingin di berikan dari penelitian ini adalah:
1)      Keilmuan.
a)      Dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain dan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan masalah homoseksual.
b)      Menambah khazanah keilmuan di bidang sosial budaya.
2)      Masyarakat.
Memberikan gambaran tentang homoseksual di pondok pesantren yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts